Selasa, 12 Januari 2010

WHAT ABOUT OTHER PHILOSOPHY OF EDUCATION?


Filosofi pendidikan merupakan foundasi yang dibentuk untuk menjadi dasar dari pendidikan itu sendiri. Pendidikan akan berjalan sesuai dengan dasar yang telah dipilih. Filosofi pendidikan seharusnya berpusat kepada Sang Pencipta. Menurut almarhum mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan bahwa filosofi pendidikan di Indonesia adalah yang terbaik di dunia. Mengapa bisa demikian? Karena filosofi pendidikan di Indonesia sudah berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Filosofi pendidikan di Indonesia sudah memiliki dasar yang sangat tepat. Dengan demikian ada filosofi pendidikan yang tidak berdasarkan kepada Tuhan.

Secara garis besar, filosofi pendidikan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu filosofi pendidikan yang berdasarkan kepada Tuhan (dipandang dari worldview kekristenan) dan filosofi pendidikan sekuler. Filosofi pendidikan Kristen merupakan sumber dari seluruh dimensi filsafat pendidikan yang hanya berpusat kepada Allah. Secara ideal, seharusnya tidak ada kompensasi terhadap pendidikan diluar daripada itu, yaitu pendidikan sekuler.

Pendidikan sekuler dapat diungkapkan sebagai pendidikan tanpa Allah (Godless education). Jika filosofi pendidikan Kristen berbasiskan pada kebenaran Firman Tuhan, maka pendidikan sekuler dibangun di atas paradigma ateistik maupun humanistik. Perbedaan konsep yang mutlak berbeda. Pendidikan Kristen dan humanis berasal dari titik awal yang sangat bertolak belakang. Antara kekekalan dan kesia-siaan, antara keselamatan dan kebinasaan, antara kebenaran dan kemunafikan.

Manusia pada umumnya tidak menyadari adanya limited yang dimiliki oleh sesosok pribadi yang mempunyai pemikiran-pemikiran brilian. Hal ini dapat dibuktikan dengan bayaknya filosofi pendidikan yang didasarkan pada hasil pemikiran tokoh-tokoh ternama dibidang filsafat. Saya akan membahas empat aliran filosofi pendidikan yang pada umumnya banyak diaplikasikan pada dunia pendidikan, yaitu perenialism, essentialism, progressivism, dan rekonstruktivsm.

Perenialism memiliki tujuan untuk menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Perenialism cenderung menekankan pengetahuannya kepada seni dan sains dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia. Aliran ini menganggap bahwa menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat dan kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan merupakan aspek yang sangat bernilai. Individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Jadi, fokusnya adalah pada perkembangan personal. Perenialism menempatkan seorang guru untuk bertugas hanya sebagai penology untuk membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi lebih aktif dan nyata. Perenialsm memposisikan para pemikir besar seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas sebagai patokan dari sebuah kebenaran dalam dunia pendidikannya.

Filosofi yang kedua adalah essentialism. Filosofi ini memiliki tujuan akhir mengantarkan manusia ke dalam pikiran dan alam modern yang ditandai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Konsep ini bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhannya dan kekuatannya sepanjang masa, yaitu teknologi. Berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai pola yang jelas. Konsentrasi pembelajarannya menitik beratkan pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik. Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak modernisasi. Nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas dari pendidikan itu sendiri. Essentialism mengambil dari pemikiran-pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel, dan George Santayana sebagai tokoh panutan.

Progressivism memiliki tujuan untuk mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Pendidikan harus terpusat pada anak dan tidak memfokuskan pada guru atau materi yang akan diajarkan. Progressivism merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa itu sendiri. Memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar naturalistik, hasil belajar dunia nyata, serta tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan harus terintegrasi dalam unit yag sudah ditetapkan. Dasar pemikiran seperti ini sempat diterapkan di Indonesia melalui kurikulum KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Dengan kurikulum yang seperti ini diharapkan anak dapat berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, psikomotor dan bersifat eksperimental. Para Pemikir Besar yang menjadi inspirasi dalam terciptanya progressivism adalah William James, John Dewey, dan Hans Vaihinger.

Aliran filosofi yang terakhir adalah rekonstruktivism. Filosofi ini berperan untuk mengadakan pembaharuan dan pembangunan masyarakat. Pengetahuan yang dibangunnya mengacu pada pembinaan daya inetelektual dan spiritual yang sehat agar keadaan masyarakat dapat diperbaiki, pendidikan dan siswa menjadi wahana penting untuk rekonstruksi. Filosofi rekonstruktivism memiliki padangan bahwa manusia berawal dari sosok yang sempurna yang semakin hari semakin rusak sehingga perlu diperbaiki dengan cara berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Kemajuan itu tergantung dari sains dan industri, agar orang mampu menyumbangkan jasanya dalam masyarakat kompetitif, kepercayaan bahwa hidup yang memadai sama dengan menghasilkan dan mengkonsumsikan barang dan jasa bagi masyarakat. Hal ini didukung oleh para pemikir besar seperti George F. Kneller, Caroline Pratt, George Count, dan Harold Rugg.

Keempat filosofi pendidikan di atas merupakan filosofi yang berpusat pada manusia dan bersifat sementara. Tetapi pendidikan Kristen memiliki tujuan yang riil serta tidak sebatas dalam kehidupan yang fana, namun bersifat kekal. Jerih payah para pendidik Kristen akan menghasilkan buah-buah yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Pendidikan Kristen tidak human centered namun God centered. Memposisikan Allah sebagai otoritas tertinggi dalam menjalankan proses mendidik. Bahkan seluruh kehidupan Tuhan Yesus sendiri merupakan pengajaran yang tidak ternilai sampai saat terakhir-Nya, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Di atas bukit Golgota, sebagai seorang guru agung, Ia membentangkan segala pengajaran-Nya bukan hanya sebatas ilmu yang sia-sia dan sementara.

“Hidup penuh dengan pilihan,

sementara atau kekal”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar